Plus dan Minus Jadi Sarjana Tanpa Skripsi Menurut Pengamat
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, resmi tidak mewajibkan skripsi sebagai syarat utama kelulusan mahasiswa S1 dan D4 (sarjana terapan). Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Nadiem mengatakan, syarat kelulusan akan diserahkan kepada masing-masing kepala program studi (kaprodi) di perguruan tinggi.
Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema, mengatakan bahwa kebijakan Kemendikbudristek untuk tidak mewajibkan skripsi sebagai syarat utama kelulusan mahasiswa S1 dan D4 bukanlah hal baru di dunia pendidikan. Sebab, kebijakan serupa telah diterapkan di sejumlah negara lain, termasuk Eropa dan Amerika.
“Itu adalah sesuatu yang sebenarnya normal dan umum dilakukan di banyak negara, yakni tidak wajib untuk menulis semacam skripsi sebagai syarat kelulusan,” kata Doni kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/8/2023).
“Namun, jangan sampai nanti kita hanya ikut-ikutan negara lain (tidak mewajibkan skripsi), tetapi sistem yang memperkuat kualitas penjaminan mutu di luar negeri enggak kita ikutin. Kan, nanti malah sama saja,” lanjutnya.
Doni mengatakan, keputusan Kemendikbudristek untuk menyerahkan seluruh syarat kelulusan kepada masing-masing perguruan tinggi adalah hal yang tepat. Sebab, perguruan tinggi memiliki wewenang untuk menentukan standarnya sendiri.
“Karena sudah diserahkan kepada perguruan tinggi maka harus lebih bijaksana dalam menentukan. Tentunya berdasarkan kajian yang matang dan berdasarkan pengalaman kualitas mahasiswa supaya ada kualitas yang terjaga,” kata Doni.
Plus dan minus lulus kuliah tanpa skripsi
Doni menilai, adanya opsi lulus kuliah tanpa skripsi bisa menimbulkan sejumlah kekurangan, salah satunya adalah disparitas atau perbedaan antar-perguruan tinggi.
“Menurut saya, nanti akan terjadi disparitas antara universitas yang bagus dan kurang bagus. Ada universitas yang gampang meluluskan mahasiswanya, tetapi yang lain tidak. Jadi, harus ada kesepakatan,” jelas Doni.
“Lalu, juga akan berpengaruh pada kualitas pembelajaran. Perguruan tinggi luar negeri, kalau tidak ada ujian maka ada mata kuliah yang sangat ketat, banyak tugas, latihan, menulis, esai, dan diskusi. Kalau SKS kita masih seperti sekarang akan sulit kita itu bersaing,” lanjut Founder Pendidikan Karakter Education Consulting ini.
Meskipun demikian, dosen Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu menganggap bahwa kebijakan ini baik untuk diterapkan karena memberikan kebebasan bagi mahasiswa untuk memilih jalur akhir kelulusan.
“Keuntungan dari kebijakan ini mahasiswa jadi bisa memilih, ya. Kampus [memang] baiknya memberikan pilihan, bukan memaksa. Kan, ada mahasiswa yang ingin pakai skripsi, ada yang tidak. Mahasiswa harus diberi kemerdekaan untuk memilih,” tutur Doni.
Join the discussion